Favorit

Jumat, 18 Februari 2011

TOTAL QUALITY MANAGEMENT



TOTAL QUALITY MANAGEMENT

Seperti halnya dengan kualitas, definisi TQM juga ada bermacam-macam. Untuk memudahkan pemahamannya, pengertian TQM dapat dibedakan dalam dua aspek.
1. Pengertian

Aspek pertama menguraikan apa itu TQM. Menurut kami, TQM ialah;

Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.
2. Karakteristik TQM

Aspek kedua membahas bagaimana mencapainnya. Menurut kami, TQM dapat dicapai dengan meperhatikan karakteristik TQM berikut ini:
Focus pada pelanggan terutama pelanggan external maupun internal.

Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun external merupakan driver. Pelanggan external menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.

Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan external menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berati bahwa, semua karyawan pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif “bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik? Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ‘good enough is never good enough’”.
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.

Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark)2, memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
Memiliki komitmen jangka panjang.

TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu, komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
Membutuhkan kerjasama tim.

Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional, sering kali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi persaingan internal tersebut cenderung hanya menggunakan dan menghabiskan energy yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas, yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing external.

Sementara itu dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerjasama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina, baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok, lembaga-lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
Memperbaiki proses secara terus-menerus.

Setiap produk dan / atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu didalam suatu system/lingkungan. Oleh karena itu system yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Saat ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan. Mereka beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah tenaga terampil siap pakai. Jadi, perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan sekedarnya kepada karyawannya. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global.

Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan factor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan ketrampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
Memberikan kebebasan yang terkendali.

Dalam TQM keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat menyebabkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pendangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak.

Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-metode pelaksanaan setiap proses tertentu. Dalam hal ini karyawan yang melakukan standarisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut.
Memiliki kesatuan tujuan.

Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berati bahwa harus selalu ada persetujuan/kesepakatan antara pihak management dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
Dan adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.

Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam menerapkan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama.

Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung behubungan dengan situasi kerja.

Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab atas keputusan dan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.

pemberdayaan bukan berati sekedar melibatkan karyawan tetapi juga melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh berati. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun pekerjaan yang memungkinkan para karyawan untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan proses pekerjaannya dalam parameter yang ditetapkan dengan jelas.

Selasa, 15 Februari 2011

Karakteristik Perubahan Belajar Anak



A.          karakteristik perubahan hasil belajar
Sebelum membahas mengenai ciri – ciri perubahan hasil belajar terlebih dahulu perlu penulis jelaskan mengenai pengertian belajar dan hakikat belajar. Belajar merupakan kata yang tidak asing bagi kita, namun tidak setiap orang mengetahui arti belajar itu. Sebagian para ahli psikologi pendidikan berpendapat bahwa belajar adalah usaha individu untuk memperoleh suatu perubaha secara keseluruhan.
Sedangkan belajar menurut Drs. Saiful Bahri Djamarah dalam  bukunya Psikologi Belajar, belajar adalah “Serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkahlaku sebagi hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi terhadap lingkungannya yang menyangkut kongnitif, afektif dan psikomotor.
Dari sejumlah pengertian belajar ada kata yang sangat penting untuk dibahas yaitu kata “ perubahan atau change, dari kata itu maka  hakikat belajar adalah perubahan. Namun tidak semua perubahan tingkahlaku dapat dinggap belajar.
Perubaha yang timbul karena proses belajar sudah tentu memlikik ciri – ciri perwujudan yang khas. Diantar perubahan yang khas yang menjadi karakteristik prilaku belajar yang terpenting adalah :

1.      Perubahan Intensional
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dengan disadari atau dengan kata lain buka kebetulan. Ciri – ciri ini mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan tertentu, keterampilan dan sebagainya. Disamping prilaku belajar itu menghendaki perubahan yang disadari ia juga diarahkan pada tercapainya perubahan tersebut.
  
2.      Perubahan Positif – Aktif
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat positif aktif. Positif artinya baik, bermanfaat, serta sesuai dengan harapan. Adapun perubahan aktif adalah tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematanga, tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
3.      Perubahan Efektif - Fungsional
Perubahan yang timbul karena proses belajar bersifat efektif yakni berhasil guna. Artinya perubaha tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan.
Selain itu perubahan yang efektif dan fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya perubahan yang positif.

B.           manifestasi PRILAKU belajar
Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan – perubahan sebagai berikut :

1.      Manifestasi Belajar
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaannya akan berubah. Pembiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan. Contoh : siswa yang belajar membaca Al – quran secara terus menerus dan berusaha menghindari kesalahan – kesalahan, maka dia akan terbiasa membaca dengan baik dan benar. Jadi membaca Al – quran dengan baik dan benar itulah perwujudan perilau belajar siswa tadi.

2.      Manifestasi Keterampilan
Keterampilan adalah keahlian tertentu yang mencakup aspek jasmani seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Keterampilan ini membutuhkan gerakan yang teliti dan kesadaran yang tinggi.

3.      Manifestasi Pengamatan
Dengan melakukan pengamatan maka siswa akan mampu mendapatkan kebenaran secara obyektif. Sedang pengmatan adalah proses menafsirkan dan memberi arti secara indrawi.

4.      Manifestasi Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat
Berfikir asosiatif merupakan proses penghubungan antara rangsangan dengan respon. Berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara menghubungkan sesuatu dengan yang lain. Sedangkan kemampuan siswa dalam mengasosiasikan suatu permasalahan sangant dipengaruhi oleh tingkat pengertian dan pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.
Contoh : siswa yang mampu menjelaskan sholat. Kemampuan siswa tersebut dalam mengasosiasikan sholat  dengan kewajiban sebagai muslim atau dengan rukun islam, kemampuan menjelaskan itu hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajarai ajaran – ajaran syari’at Islam.
Daya ingat dikatakan sebagai perwujudan belajar karena merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif.
    
5.      Manifestasi Berpikir Rasional dan Kritis.
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujuda prilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip – prinsip dan dasar – dasar  pengetian dalam menjawab pertanyaan “baigaimana” ( how ) dan “mengapa” ( why ). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunkan logika ( akal sehat ) utuk nenentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan dan bahkan menciptakan hukum – hukum ( kaidad teoritik ) dan ramalan – ramalan.

6.      Manifestasi Sikap
Sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Dengan demikian pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan prilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculkan kecenderungan – kecenderungan baru yang telah berubah ( lebih maju dan lugas ) terhadap suatu obyek, tata nilai pristiwa dan sebagainya.
  
7.      Manifestasi Inhibisi
Secara ringkas inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respon tertentu karena adanya proses respon lain yang sedang berlangsung (Reber, 1988 ). Dalam hal belajar  yang dimaksut dengan inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu. Karena itu Perwujudan perubaha prilaku belajar dapat dilihat pada inhibisi.

8.      Manifestasi Apresiasi
Dalam penerapanya apresiasi sering diartiakan sebagai penghargan atau penilaian terhadap benda – benda baik abstrak maupun kongkrit yang memiliki nilai luhur. Aprisiasi adalah gejala afektif yang pada umumnya ditunjukan pada karya seni budaya seperti : seni sastra, seni lukis, seni tari dan lain sebagainya. Tingkat apresiasi seorang siswa juga sanga tetergantung pada tingkat pengalaman belajarnya.

9.      Manifestasi Tingkahlaku Afektif
 Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keaneka ragaman perasan seperti : takut, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was – was dan lain sebagainya.
Seorang siswa misalnya dapat dianggap sukses sacara afektif dalam hal agama apabila ia telah menyenanggi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagai sistem nilai diri. Kemudian pada gilirannya ia menjadikan sistem penilaian ini sebagai penuntun hidup, baik dikala suka maupun duka. ( Darajat, 1985 )
     
C.          ragam belajar
Dalama proses belajar dikenal adanya bermacam – macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda – beda antara yang satu dengan yang lain, baik dari aspek tujuan dan perubahan prilaku yang diharapkan. Adapun kegiatan tersebut adalah :
1.      Ragam Abstrak
Balajar abstrak artinya belajar dengan mengunakan cara – cara berpikir abstrak. Yaitu mengunakan akal yang kuat disamping penguasaan prinsip, konsep dan generalisasi. Adapun tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan permasalahan yang tidak nyat. Misalnya belajar kimia, astronomi dan lain sebagainya.
  
2.      Ragam Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan – gerkan motorik. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmani tertentu. Dalam belajar jasmani ini latihan intensif dan teratur sangant diperlukan. Contoh belajar jenis ini adalah musik, menari, melukis dan sebagainya.

3.      Ragam Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memecahkan masalah – masalah dan teknik – teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan belajar sosial ini adalah : menguasai pemahaman dan penguasaan dalam memecahkan masalah – masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan masalah kelompok dan masalah – masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.

4.      Ragam Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar mengunakan metode – metode ilmiyah atau berfik secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kongnitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas

5.      Ragam Rasional
Belajar rasional adalah belajar dengan mengunakan kemampuan berpikir secara logis dan sistematis. Tujuannya adalah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan mengunakan prinsip – prinsip dan konsep – konsep. Perbedaan belajar rasional dengan belajar pemecahan masalah adalah belajar rasional tidak memberi tekana khusus pada penggunaan bidang studi eksakta. Arinya bidang studi noneksakta pun memiliki efek yang sama dengan bidang studi eksakta dalam belajar rasional.
    
6.      Ragam Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan – kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan – kebiasaan yang ada. Tujuan belajar kebiasaan adalah agar siswa memperolah sikap – sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu.

7.      Ragam Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu obyek. Tujuannya adalah agar siswa meperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai obyek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik dan lain sebagainya.

8.      Ragam Pengetahuan
Belajar pengetahuan adalah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap obyek pengetahuan tertentu. Tujuan belajar pengetahuan adalah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan mengunakan alat –alat laboratorium dan penelitian lapangan.



DAFTAR PUSTAKA

Djamaroh, Bahri, Saiful. 2002. Psikology Belajar ( Jakarta : Ranika Cipta )
Syah Muhibbin. 2003. Psikology Belajar ( Jakarta : PT. Grafindo Persada )

Psokologi Anak (Study Kasus Perceraiaan)



A.    Identifikasi Kasus
Perceraian seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma yang bisa mempengaruhi perestasi belajarbagi anak. Penceraian juga dapat menimbulkan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Menurut Holmes dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup.
Pada umumnya orangtua yang bercerai akan lebih siap menghadapi perceraian tersebut dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang, sehingga sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Tidak demikian halnya dengan anak, mereka tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orangtua, tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah. Tiba-tiba saja Ayah tidak lagi pulang ke rumah atau Ibu pergi dari rumah atau tiba-tiba bersama orang tuanya pindah ke rumah baru. Hal yang mereka tahu sebelumnya mungkin hanyalah Ibu dan Ayah sering bertengkar, bahkan mungkin ada anak yang tidak pernah melihat orangtuanya bertengkar karena orangtuanya benar-benar rapi menutupi ketegangan antara mereka berdua agar anak-anak tidak takut. Ketidak siapan anak dalam menghadapi penceraiaan orang tunya kan mengakibatkan gangguan pada jiwa anak yang mengakibatkan menurunnya prestasi anak.

B.     Sintesis
Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan. Namun apapun alasannya, perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak terutama pada perkembangan kejiwaan anak dan prestasibelajar anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik dari pada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk.
Jika memang perceraian adalah satu-satunya jalan yang harus ditempuh dan tak terhindarkan lagi, apa tindakan terbaik yang harus dilakukan oleh orangtua (Ibu dan Ayah) untuk mengurangi dampak negatif perceraian tersebut bagi perkembangan mental anak-anak mereka. Dengan kata lain bagaimana orangtua menyiapkan anak agar dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi akibat perceraian.
C.    Diagnosis
Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah:
-          Tidak aman (insecurity),
-          Tidak diinginkan atau ditolak oleh orangtuanya yang pergi,
-          Sedih dan kesepian,
-          Marah,
-          Kehilangan,
-          Merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai.
Perasaan-perasaan tersebut di atas oleh anak dapat termanifestasi dalam bentuk perilaku:
-          Suka mengamuk, menjadi kasar, dan tindakan agresif lainnya,
-          Menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul,
-          Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah  sehingga prestasi di sekolah cenderung menurun,
-          Suka melamun, terutama mengkhayalkan orangtuanya akan bersatu lagi.

D.    Prognosis
Sebelum perceraian terjadi, biasanya didahului dengan banyak konflik dan pertengkaran. Kadang-kadang pertengkaran tersebut masih bisa ditutup-tutupi sehingga anak tidak tahu, namun tidak jarang anak bisa melihat dan mendengar secara jelas pertengkaran tersebut. Pertengkaran orangtua, apapun alasan dan bentuknya, akan membuat anak merasa takut. Anak tidak pernah suka melihat orangtuanya bertengkar, karena hal tersebut hanya membuatnya merasa takut, sedih dan bingung. Kalau sudah terlalu sering melihat dan mendengar pertengkaran orangtua, anak dapat mulai menjadi pemurung. Oleh karena itu sangat penting untuk tidak bertengkar di depan anak-anak.
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru.
Proses adaptasi pada umumnya membutuhkan waktu. Pada awalnya anak akan sulit menerima kenyataan bahwa orangtuanya tidak lagi bersama. Meski banyak anak yang dapat beradaptasi dengan baik, tapi banyak juga yang tetap bermasalah bahkan setelah bertahun-tahun terjadinya perceraian. Anak yang berhasil dalam proses adaptasi, tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika meneruskan kehidupannya ke masa perkembangan selanjutnya, tetapi bagi anak yang gagal beradaptasi, maka ia akan membawa hingga dewasa perasaan ditolak, tidak berharga dan tidak dicintai. Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain atau lawan jenis.
Beberapa indikator bahwa anak telah beradaptasi adalah:
-          menyadari dan mengerti bahwa orangtuanya sudah tidak lagi bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orangtua,
-          dapat menerima rasa kehilangan,
-          tidak marah pada orangtua dan tidak menyalahkan diri sendiri,
-          menjadi dirinya sendiri lagi.

E.     Treatment
Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam beradaptasi terhadap perubahan hidupnya ditentukan oleh daya tahan dalam dirinya sendiri, pandangannya terhadap perceraian, cara orangtua menghadapi perceraian, pola asuh dari si orangtua tunggal dan terjalinnya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Bagi orangtua yang bercerai, mungkin sulit untuk melakukan intervensi pada daya tahan anak karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing anak, tetapi sebagai orangtua mereka dapat membantu anak untuk membuatnya memiliki pandangan yang tidak buruk tentang perceraian yang terjadi dan tetap punya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Di bawah ini adalah beberapa saran yang sebaiknya dilakukan orangtua agar anak sukses beradaptasi, jika perpisahan atau perceraian terpaksa dilakukan:
1.      Begitu perceraian sudah menjadi rencana orangtua, segeralah memberi tahu anak bahwa akan terjadi perubahan dalam hidupnya, bahwa nanti anak tidak lagi tinggal bersama Ibu dan Ayah, tapi hanya dengan salah satunya.
2.      Sebelum berpisah ajaklah anak untuk melihat tempat tinggal yang baru (jika harus pindah rumah). Kalau anak akan tinggal bersama kakek dan nenek, maka kunjungan ke kakek dan nenek mulai dipersering. Kalau ayah/ibu keluar dari rumah dan tinggal sendiri, anak juga bisa mulai diajak untuk melihat calon rumah baru ayah/ibunya.Di luar perubahan yang terjadi karena perceraian, usahakan agar sisi-sisi lain  dan kegiatan rutin sehari-hari si anak tidak berubah. Misalnya: tetap mengantar anak ke sekolah atau mengajak pergi jalan-jalan.
3.      Jelaskan kepada anak tentang perceraian tersebut. Jangan menganggap anak sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jelaskan dengan menggunakan bahasa sederhana. Penjelasan ini mungkin perlu diulang ketika anak bertambah besar.
4.      Jelaskan kepada anak bahwa perceraian yang terjadi bukan salah si anak. Anak perlu selalu diyakinkan bahwa sekalipun orangtua bercerai tapi mereka tetap mencintai anak. Ini sangat penting dilakukan terutama dari orangtua yang pergi, dengan cara: berkunjung, menelpon, mengirim surat atau kartu. Buatlah si anak tahu bahwa dirinya selalu diingat dan ada di hati orangtuanya.
5.      Orangtua yang pergi, meyakinkan anak kalau ia menyetujui anak tinggal dengan orangtua yang tinggal, dan menyemangati anak agar menyukai tinggal bersama orangtuanya itu.
6.      Orangtua yang tinggal bersama anak, memperbolehkan anak bertemu dengan orangtua yang pergi, meyakinkan anak bahwa dia menyetujui pertemuan tersebut dan menyemangati anak untuk menyukai pertemuan tersebut.
7.      Kedua orangtua, merancang rencana pertemuan yang rutin, pasti, terprediksi  dan konsisten antara anak dan orangtua yang pergi. Kalau anak sudah mulai beradaptasi dengan perceraian, jadwal pertemuan bisa dibuat dengan fleksibel. Penting buat anak untuk tetap bisa bertemu dengan kedua orangtuanya. Tetap bertemu dengan kedua orangtua membuat anak percaya bahwa ia dikasihi dan inginkan. Kebanyakan anak yang membawa hingga dewasa perasaan-perasaan ditolak dan tidak berharga adalah akibat kehilangan kontak dengan orangtua yang pergi.
8.      Tidak saling mengkritik atau menjelekkan salah satu pihak orangtua di depan anak.
9.      Tidak menempatkan anak di tengah-tengah konflik. Misalnya dengan menjadikan anak sebagai pembawa pesan antar kedua orangtua, menyuruh anak berbohong kepada salah satu orangtua, menyuruh anak untuk memihak pada satu orangtua saja. Anak menyayangi kedua orangtuanya, menempatkannya di tengah konflik akan membuatnya bingung, cemas dan mengalami konflik kesetiaan.
10.  Tidak menjadikan anak sebagai senjata untuk menekan pihak lain demi membela dan mempertahankan diri sendiri. Misalnya mengancam pihak yang pergi untuk tidak boleh lagi bertemu dengan anak kalau tidak memberikan tunjangan; atau tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan anak supaya pihak yang pergi merasa sakit hati, sebagai usaha membalas dendam.
11.  Tetap mengasuh anak bersama-sama dengan mengenyampingkan perselisihan.
12.  Memperkenankan anak untuk mengekspresikan emosinya. Beresponlah terhadap emosi anak dengan kasih sayang, bukan dengan kemarahan atau celaan. Anak mungkin bingung dan bertanya, biarkan mereka bertanya, jawablah pertanyaan tersebut baik-baik, dan bukan mengatakan "anak kecil mau tahu saja urusan Ibu Ayah".

Dari saran-saran di atas terlihat jelas betapa pentingnya kerja sama orangtua agar anak dapat beradaptasi dengan sukses dan betapa penting arti keberadaan orangtua bagi sang anak. Saran-saran di atas bukanlah hal yang mudah dilakukan, apalagi jika perceraian diakhiri dengan perselisihan, ketegangan dan kebencian satu sama lain. Keinginan untuk menarik anak ke salah satu pihak dan menentang pihak yang lain akan sangat menonjol pada model perceraian tersebut. Tapi jika itu dilakukan, berarti orangtua sungguh-sungguh merupakan individu egois yang hanya memikirkan diri sendiri, dan tidak memikirkan kesejahteraan dan masa depan anak. Mungkin ada yang berpikir "Anak saya baik-baik saja kok, dia tidak apa-apa meskipun tidak ada ibunya/ayahnya. Lihat dia ceria-ceria saja, badannya sehat, sekolahnya juga rajin". Tapi tahukah Anda apa sebenarnya yang ada dalam hati sang anak?
Kalau perceraian memang tak terhindari lagi, maka mari membuat perceraian tersebut menjadi perceraian yang tidak merugikan anak. Suami-istri memang bercerai, tapi jangan sampai anak dan orangtua ikut juga bercerai. Anak-anak sangat membutuhkan cinta dari kedua orangtua dan menginginkan kedua orangtuanya menjadi bagian dalam hidup mereka. Bagi anak, rasa percaya diri, rasa diterima dan bangga pada dirinya sendiri bergantung pada ekspresi cinta kedua orangtuanya. Bagi Anda yang akan, sedang atau telah bercerai, cobalah untuk selalu mengingat hal tersebut dan masa depan anak-anak Anda. Perhatian berupa materi memang perlu, namun itu saja sangat tidak memadai untuk membuat anak mampu beradaptasi dengan baik.  Jangan lagi menjadikan negeri ini semakin carut marut dengan membiarkan anak-anak kita yang tidak berdosa menjadi terlantar.

F.     Evaluasi
Dari treatment yang diberikan kemudian dievaluasi bagaiman pelaksanaan treatment tersebut dilaksanakan yang kemudia di pertimbangkan kembali dampak terhadap kesiapan anak. Untuk mengetahui perkembangan kesiapan anak.

G.    Follow Up
Tindak lanjut dari treatment, yang dilakukan secara bertahap terhadap permasalahan yang dihadapi klaien oleh konselor.

ShoutMix chat widget